Apakah Transplantasi Kepala Ubah Kepribadian Pasiennya?

Ilustrasi oleh Disrupto

Ilustrasi oleh Disrupto

Seorang dokter bedah asal Amerika, Robert White, selama bertahun-tahun telah melakukan berbagai percobaan untuk transplantasi kepala. Tujuannya satu: menyelamatkan jiwa. Akan tetapi, praktik menahun yang dilakukannya terhadap sejumlah monyet belum menemukan titik terang hingga saat ini. Meskipun sebenarnya lewat penelitian dan studi Robert White, transplantasi kepala diperkirakan memungkinkan. Sekalipun tingkat suksesnya belum bisa dibuktikan mencapai kesempurnaan. Sejumlah monyet yang digunakan sebagai percobaan tidak selamat selama operasi. Walaupun dalam jurnalnya, ia merasa cukup optimis akan hasil positif pada manusia. Tapi tetap saja, saat operasi seseorang bisa berisiko kehilangan nyawanya. 

Bagaimana hasil percobaan pada para monyet?

Salah satu percobaan transplantasi kepala pada monyet sebenarnya ada yang menunjukkan hasil cukup positif. Saat kepalanya dipindahkan ke tubuh lain, otaknya bisa kembali berfungsi bahkan panca indera di bagian wajah bisa kembali bergerak. Tapi, tubuhnya belum tentu. Kesulitan yang belum dapat diselesaikan adalah bagaimana otak hasil transplantasi itu bisa terhubung kembali ke semua anggota tubuh lainnya. Maka, seharusnya praktik ini bukan disebut transplantasi kepala melainkan transplantasi tubuh. Sebenarnya organ-organ tubuh yang dapat terkoneksi dengan otak pun harus disesuaikan agar bisa kembali berfungsi. Jadi, operasi transplantasi kepala bisa dilakukan, tapi sebaiknya jangan dipraktikkan. 

Apakah transplantasi akan ubah kepribadian seseorang?

Brandy Schillace, seorang sejarawan medis yang menulis buku berdasarkan penelitian Robert White, berjudul Mr. Humble & Dr. Buthcer, berargumen bahwa kita manusia adalah composite creatures. Maksudnya adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang saling terhubung satu sama lain. Jadi ketika kita mengubah bentuk diri, misalnya mendapatkan transplantasi kepala dari orang lain, akan sulit sekali untuk orang lain menerima kita seperti kita yang sebelumnya. Kita bisa jadi sangat sulit mengetahui identitas diri yang sebenarnya ketika tampilan sudah berubah.

Previous
Previous

Teknologi AI Untuk Karya Seni: Tantangan Atau Keuntungan?

Next
Next

Inovasi Dari Akademisi Bandung Bantu Tangani Covid-19