Selamat Tinggal, Segway

D-Journal-30-Segway-rev-01.jpg

Awal 2000-an dihebohkan dengan pemberitaan mengenai alat transportasi personal yang digadang-gadang akan menjadi masa depan transportasi. Steve Jobs pada saat itu pun memprediksinya akan menjadi lebih besar daripada PC (personal computer – red.) Setelah dikembangkan selama satu dekade oleh penciptanya, Dean Kamen, alat transportasi beroda dua dengan kemampuan menyeimbangkan diri sendiri yang dinamakan Segway itu diharapkan bisa menjadi sebagaimana mobil menggeser kereta kuda di awal abad 20. Namun 20 tahun kemudian yang terjadi malah sebaliknya. Per 15 Juli nanti, Segway akan menghentikan produksi untuk Segway PT.

Bermula dari mengembangkan kursi roda pintar bernama iBot yang mampu ditinggikan hingga batas mata dan sanggup menaiki tangga, Dean dan timnya merasa bahwa giroskop yang ditanam di dalam kursi roda tersebut bisa dimanfaatkan untuk membuat alat transportasi yang dapat dinaiki dua kaki. Ia membayangkan alat tersebut akan menjadi transportasi urban yang akan dipakai oleh konsumennya berpergian dari rumah menuju tempat kerja. Namun sayangnya hingga saat ini, Segway tidak pernah terjual hingga jutaan unit. Hingga 2020, Segway hanya mampu menjual 140.000 unit saja. Mimpi Dean untuk menjadikan Segway sebagai pengganti mobil pun harus sirna.

Dikutip dari wawancara eksklusif dengan majalah bisnis FastCompany, Presiden Direktur dari Segway, Judy Cai, menyampaikan bahwa salah satu bagian yang memegang andil dalam kerugian adalah bagaimana Segway dibuat dengan sistem operasional yang Tangguh sehingga apabila ada komponen dalam mesin yang rusak, masih ada komponen lain yang menjadi backup. Meski terdengar bagus bagi konsumennya karena alat transportasi yang mereka beli tidak mudah rusak, namun sebaliknya bagi bisnis perusahaan. Dengan begitu, Segway kesulitan untuk menjual unit-unit baru pada konsumen lama.

Selain itu, permasalahan lain ada pada UX (user experience – red.) yang ditawarkan oleh Segway. Meski sudah diperkenalkan bertahun-tahun, masih banyak orang yang kesulitan menggunakan unit mereka karena harus mempelajari cara menyeimbangkan tubuh di atas Segway. Berbeda dengan otoped atau e-scooter yang lebih mudah dipelajari sehingga kini sudah lebih memasyarakat.

Meski begitu, HAKI (hak kekayaan intelektual – red.) dari Segway masih memiliki nilai tinggi bagi Ninebot – perusahaan yang membeli Segway pada 2015. Hingga saat ini, Segway masih memegang lebih dari 1.000 paten untuk teknologi self-balancing yang rata-rata digunakan oleh produsen e-scooter, hoverboard, dan masih banyak alat transportasi personal lainnya. Selain itu, nama Segway sebagai brand pun sesungguhnya tetap akan ada – meski produk Segway yang kita kenal telah tiada.

Previous
Previous

Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia

Next
Next

Space: Aplikasi Daring Buatan PT Pos Indonesia