Rumah Mikro: Rumah Masa Depan
Pertumbuhan populasi yang terus meningkat di kota urban mengakibatkan berkurangnya lahan untuk pemukiman masyarakat. Sementara pembangunan besar-besaran akan berakibat lebih fatal pada kerusakan lingkungan yang juga akan berdampak pada kehidupan manusia. Pembangunan besar-besaran juga dapat mengakibatkan penurunan air tanah yang menyebabkan kebanjiran.
Ruang mikro menjadi solusi
Seperti yang dijelaskan oleh Yu Sing, seorang arsitek yang banyak menciptakan konsep bangunan mikro, ruang mikro adalah skala ruang yang dapat diaplikasi pada berbagai jenis pembangunan mulai dari pemukiman hingga pertokoan. Umumnya, jika ruang mikro diterapkan dalam ukuran satu rumah maka ukurannya bisa setara dengan satu kamar tidur dengan luas 3x4 meter kubik.
Ruang mikro dipercaya dapat menjadi solusi untuk kita memiliki ruang sesuai kebutuhan. Terdapat survei di Amerika yang menerapkan konsep tiny house dapat lebih hemat karena secara tidak langsung “dipaksa” agar tidak konsumtif. Mereka juga cenderung dapat memiliki tabungan lebih banyak karena gaya hidup efisien tersebut. Jadi mereka benar-benar membeli barang yang dibutuhkan saja di dalam rumah.
Dengan menerapkan rumah mikro, kita sebenarnya bisa menyisakan lahan terbuka lebih banyak sehingga jadi nilai tambah secara ekologis. Lahan tersebut nantinya bisa jadi daerah resapan termasuk dapat dibangun rumah mikro tambahan untuk anggota keluarga lainnya.
Fungsi Ruang Mikro
Dalam konteks kota dengan lahan yang semakin terbatas, kebanyakan masyarakat yang ingin tetap tinggal di tengah kota paling tidak ia harus tinggal di apartemen. Sudah pasti apartemen membangun ratusan unit yang membutuhkan lahan yang luas. “Sementara jika membangun apartemen mikro, cukup 4-5 lantai saja tanpa elevator, kapasitas hunian di tengah kota bisa ditambah dibandingkan membeli hunian di pinggir kota. Padahal kebanyakan masyarakat bekerja di tengah kota. Mereka akan menghabiskan waktu di jalan dengan kemacetan lalu meningkatkan polusi udara”, jelas Yu Sing.
Tidak hanya di perkotaan, Yu Sing juga mengamati bahwa ruang atau rumah mikro juga baik diterapkan di pedesaan. Apabila skala ruang diperkecil, orang desa bisa memiliki kebun lebih luas sehingga punya ruang terbuka lebih banyak.
“Saya pernah coba membangun rumah mikro di lahan di perumahan 6x12 meter kubik yang relatif standar. Di lahan tersebut bisa dibangun 3 rumah mikro yang artinya bisa tiga keluarga tinggal di satu lahan besar di tiga rumah berbeda. Misalnya, satu rumah untuk orang tua dan dua rumah lainnya untuk dua anaknya yang sudah berkeluarga”, Yu Sing memberikan contoh.
Sementara jika dibuat bertingkat, misalnya 3 lantai, maka ada 7 rumah yang bisa dibangun di tangah yang sama. Dengan lahan tersebut masih ada sisa lahan yang cukup luas di mana anak cucu tidak lagi perlu membeli rumah di tanah yang baru. Sekarang saja kita sudah sulit menemukan ketersediaan lahan. Bagaimana di masa depan? Oleh sebab itu, memahami konsep ruang mikro sebenarnya dapat menjadi sebuah evaluasi untuk gaya hidup kita ke depannya. Utamanya untuk mempertanyakan kembali apa yang benar-benar menjadi kebutuhan sehubungan dengan tempat tinggal.