Rafa Jafar: Selamatkan Bumi Dari Sampah Elektronik
Tidak ada batasan umur untuk memulai sebuah perubahan. Buktinya, dari usia remaja Rafa Jafar telah memulai gerakan melestarikan lingkungan dengan mengajak masyarakat mengumpulkan sampah elektronik untuk didaur ulang.
Komunitas yang dinamakan EwasteRJ pun bermula dari pengalaman pribadinya yang suka dengan barang-barang elektronik. Suatu saat ia mempertanyakan tumpukan sampah elektronik yang ada di rumahnya itu akan dibuang ke mana karena sampah elektronik tidak tergolong sampah organik atau anorganik. Bahkan jika dibuang sembarangan, kandungan kimia di dalamnya bisa mencemari tanah yang mengalirkan air untuk keperluan kita sehari-hari. Berupaya mencari solusi, Rafa mulai mengajak masyarakat untuk membuang sampah elektronik di drop box yang dibawanya saat car free day. Lambat laun, drop box semakin banyak jumlahnya dan ditempatkan di berbagai sudut kota.
Selain untuk membantu masyarakat menyediakan tempat untuk mengumpulkan sampah elektronik, EwasteRJ sendiri memiliki visi untuk membangun sistem ekonomi sirkular dari pengumpulan sampah elektronik tersebut. “Di dunia pengelolaan sampah, semua pihak ingin memastikan terjadinya ekonomi sirkular dari produsen hingga konsumen. Tapi, untuk sampai ke sana banyak pihak yang terlibat. Terutama di Indonesia ada stakeholder yang paling penting dalam hal ini yaitu tukang loak atau pemulung. Komunitas EwasteRJ ke depannya ingin menjadi sebuah wadah yang menyediakan sarana pengelolaan sampah elektronik dari hulu ke hilir. Termasuk untuk memperjuangkan regulasi di Indonesia yang menciptakan electronic circular economy. Jadi tidak hanya jadi pengumpul dan mendistribusikan sampah elektronik ke mitra daur ulang saja. Melainkan juga langsung mendaur ulang semua sampah elektronik”, ungkapnya.
Di Indonesia sendiri, hanya pihak-pihak yang sudah tersertifikasi oleh KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia) saja yang bisa melakukan daur ulang. Sementara jumlahnya sangat sedikit. Sekarang ini mungkin EwasteRJ belum berupa perusahaan sehingga belum bisa sampai ke sana. Tapi gol jangka panjang Rafa mengarah ke tujuan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, tidak mudah untuk terus bertahan menjalani komunitas tersebut. Apalagi dia yang masih remaja harus membagi waktu untuk sekolah. Rafa juga mengakui ada rasa bosan yang datang di awal menjalani EwasteRJ. Tapi berkat ada rasa haus yang dimiliki, ia terus ingin mencari tahu dan belajar lebih untuk menjalani EwasteRJ secara konsisten. Menurut Rafa, banyak sekali momen ia lebih banyak belajar saat menjalani. Bukan belajar dulu baru menerapkan. Apalagi dulu organisasi serupa yang dibuat anak muda masih sedikit. Ia mengakui tidak tahu harus mencontoh dari siapa sehingga dulu semua berdasarkan pada pengalaman.
“Yang terpenting adalah jalani dulu saja. Punya keberanian untuk memulai saja sudah modal besar. Selanjutnya tinggal mencari cara bagaimana bisa mengembangkan dan terus melakukan. The more you do it, the more you are good at it.”
Banyak orang yang baru satu atau dua tahun sudah hilang semangat. Rafa percaya keberlangsungan sebuah gerakan hanya dapat terjadi jika kita tahu kapan harus beristirahat, melakukan evaluasi, mencermati sudah sampai tahap apa, dan target apa yang sudah dicapai. Baru kemudian bisa melanjutkan lagi. Oleh sebab itu, untuk menjaga konsistensi sebuah gerakan atau startup, seorang penggagas komunitas atau pebisnis harus memiliki rasa haus untuk terus mencari tahu dan belajar.