Jalan Panjang Menyembuhkan Demensia
Penyakit alzheimer disebabkan oleh adanya penumpukan protein amiloid – protein yang diproduksi di sumsum tulang dan protein tau – jenis protein yang banyak terdapat pada neuron di dalam sistem saraf pusat. Demensia vaskular adalah kerusakan daya kognitif (daya mengenali) yang disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah yang biasanya memasok oksigen ke otak. Sedangkan penyakit parkinson dan lewy body dementia – atau biasa disebut LBD – merupakan salah satu bentuk demensia progresif yang mengarah pada penurunan fungsi berpikir dan bernalar seiring berjalannya waktu; hal ini disebabkan karena adanya deposit suatu protein abnormal yang disebut alpha-synuclein di dalam sel-sel saraf otak. Keempat penyakit tersebut termasuk dalam jenis penyakit demensia.
Masih dipercaya bahwa masing-masing jenis demensia ini memerlukan perawatan yang berbeda satu sama lain. Misalkan, pemberian obat anti-amiloid mungkin tidak akan bekerja bagi seseorang yang tidak memiliki penumpukan amiloid di otaknya. Tetapi sampai hari ini belum ada perawatan utama – atau tindakan pencegahan bagi penderita demensia.
Hal ini membuat para peneliti seperti Dr. Michael Fossel bertanya-tanya dan mengambil pendekatan yang lebih sistematis; bagaimana jika terdapat mekanisme tunggal di otak yang ketika tidak berfungsi akan menyebabkan demensia? Dan bagaimana jika mekanisme ini dapat dimatikan seperti sakelar?
Dr. Fossel, pendiri perusahaan rintisan bioteknologi Telocyte yang berbasis di Michigan, sedang mengembangkan perawatan untuk alzheimer. Pada Januari 2020, ia menulis ulasan yang mengemukakan bahwa alzheimer dan demensia lainnya disebabkan oleh kegagalan sel otak yang disebut sel glia. Bersama dengan rekan-rekannya di Telocyte, ia memiliki solusi untuk mencegah demensia yaitu dengan terapi gen yang menargetkan pada sel glia.
Menurut Rebecca Edelmayer, Direktur Scientific Engagement untuk Alzheimer’s Association, para peneliti seperti Dr. Fossel sungguh membangkitkan motivasi agar dapat menemukan solusi untuk mencegah demensia. Alzheimer’s Association adalah sebuah organisasi nirlaba dan merupakan penerbit jurnal Alzheimer and Dementia – jurnal yang menerbitkan ulasan Dr. Fossel. Ulasan tersebut masih bersifat teoretis, tidak menyajikan data asli, namun merupakan cara pemikiran yang baru dan berani.
Edelmayer menambahkan, sementara teori tersebut penting, mereka tetap perlu diuji. Terapi gen masih relatif baru. Sebelum para peneliti dapat menguji teori ‘Fossel’, mereka membutuhkan banyak data yang menunjukkan bahwa terapi gen ini aman.
Telomerase adalah enzim protein — RNA yang memperpanjang telomer — yang merupakan tutup genetika di ujung kromosom kita. Setiap kali sel membelah, telomer memendek — dan ketika telomer terkikis habis, sel memasuki keadaan yang disebut penuaan dan berhenti membelah. Kemudian, mereka menghancurkan diri sendiri. Telomerase telah menjadi fokus penelitian anti-aging selama bertahun-tahun.
Ukuran telomer yang lebih pendek dihubungkan dengan sejumlah masalah kesehatan seperti kanker, diabetes, dan bahkan demensia. Tetapi menurut Fossel, ketika telomer kita memendek, ada banyak hal yang terjadi pada sel tubuh, jadi bukan telomer yang menyebabkan masalah kesehatan ini.
Fossel berpendapat ketika telomer menyusut ke sel-sel mikroglia — sel imun pada sistem saraf pusat, maka bagian penting lain dari DNA juga menurun; dan bahwa kerusakan genetik dapat menyebabkan jenis demensia yang berbeda.
Terapi gen telocyte bertujuan untuk membangun kembali telomer glial. Prosesnya melibatkan pengiriman salinan aktif gen telomerase, TERT, ke dalam cairan serebrospinal, yang dibawa oleh virus jinak. Fossel mengatakan dalam ujicoba pada objek tikus, virus ini tidak bekerja dengan baik saat mentransfer materi genetik ke dalam sel tertentu; sekitar 5% dari total terapi berakhir di neuron, tanpa efek yang bertahan lama dan sekitar 1% berakhir di sel mikroglial. Tetapi apabila gen TERT hanya mengambang di sel glial selama beberapa minggu atau bulan, kemungkinan waktu tersebut cukup bagi telomerase untuk memperpanjang penutup di bagian ujung dan mengelabui ekspresi gen yang ada di sel.
Biasanya, terapi gen bekerja dengan memperkenalkan materi genetik baru yang menggantikan kode genetik seseorang yang salah atau hilang. Terapi gen telocyte bekerja dengan cara memberi salinan atau kembaran gen kepada sel glial dari apa yang sudah mereka miliki. Sel tubuh kita memiliki gen TERT yang tertanam dalam kromosom. Tetapi sebagian besar sel, kecuali sel darah merah, sel sperma atau sel telur, dan sel di sepanjang bagian saluran pencernaan, memiliki gen yang dimatikan secara permanen dan tidak bisa disalin.
Banyak peneliti takut untuk memasukkan gen yang mengode telomerase karena telomerase aktif dalam sebagian besar bentuk kanker. “Kami tidak tahu apakah ekspresi telomerase yang berlebihan akan meningkatkan risiko kanker atau tidak. Keamanan menjadi perhatian utama saya,” kata Jue Lin, ahli biologi molekuler di University of California, San Fransisco. Ia fokus mempelajari tentang panjang dan tingkat stress telomer. Terapi gen Telocyte yang menyasar pada sel glial di otak — berisiko menyebabkan glioblastoma, jenis kanker ganas pada otak.
Hasil uji coba terapi gen telomerase menggunakan objek tikus terlihat menjanjikan – tidak menyebabkan kanker. Tetapi menurut Lin, pengujian ini tidak sempurna karena beberapa faktor seperti: tikus memiliki lebih banyak telomerase pada jaringannya, umur hidup tikus lebih pendek daripada manusia, dan kanker membutuhkan waktu yang lama untuk berkembang.
Selain itu terapi gen juga berisiko memberi reaksi imun yang berbahaya bagi virus yang membawa gen terapeutik. Virus yang digunakan dalam terapi gen saat ini dan virus yang diusulkan oleh Fossel harus lebih aman daripada yang digunakan pada masa-masa awal terapi gen. Vektor virus seperti AAV seharusnya hanya menghasilkan reaksi imun yang minim. Baru-baru ini para peneliti telah menyuarakan kekhawatiran perihal keamanan jangka panjang terapi gen menggunakan AAV.
Kelayakan terapi gen telomerase juga masih dipertanyakan oleh Diego Forero, seorang peneliti di School of Health Sciences di Fundación Universitaria del Área Andina di Kolombia. Menurut dia, sangat penting memiliki hipotesis tambahan dan terlalu dini untuk mengatakan bahwa teori Fossel harus diuji. Penelitian Forero berfokus pada penelitian eksplorasi mendasar seperti mengekspos astrosit, sejenis sel glial di otak, ke telomerase untuk melihat bagaimana mereka bereaksi. Dia menemukan bahwa telomerase juga terlibat dalam fungsi sel lainnya, seperti metabolisme sel. Ia pun berpikir menerapkan aplikasi terapi dengan sasaran terentu seperti pengobatan demensia, tidak akan menyediakan informasi yang cukup pada para peneliti tentang cara telomerase memengaruhi sel otak. Kelangkaan pilihan dalam perawatan demensia, membuat pasien menjadi frustasi, secara impulsif ingin segera melakukan uji klinis. Fossel mengatakan, sudah ada sekitar 200 orang dengan demensia ringan bersedia menjadi partisipan.
"Orang-orang yang telah putus asa menghadapi penyakit ini, pasti akan mengambil kesempatan untuk mengikuti uji klinis,” kata Arthur Caplan, ahli bioetika di Langone Medical Center Universitas New York. Maka dari itu tinjauan dari peneliti independen menjadi sangat penting. Dan memastikan bahwa data dan penelitian dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki kepentingan pribadi seperti meraup keuntungan dari hasilnya.
Selain itu Caplan mengatakan bahwa studi atau uji klinis kepada manusia perlu memiliki dewan peninjau kelembagaan yang kuat, terutama ketika risikonya sangat tinggi. Sebagai contoh, Libella Gene Therapeutics, perusahaan rintisan bioteknologi yang berbasis di Kansas, melakukan uji klinis terapi gen telomerase untuk mengobati penuaan dini di Kolombia. Hal ini dilakukan karena standar dewan peninjau kelembagaan di sana tidak setinggi Amerika Serikat. Sebuah taktik yang kurang berkenan di antara komunitas peneliti.
"Kami selalu terbuka terhadap ide-ide dan cara-cara baru. Melakukan apapun yang kita bisa untuk mengobati demensia," ujar Edelmayer. Namun lanjutnya, salah satu hal terbesar yang ingin dilihat bukanlah teori tetapi juga bisa diuji.