Ecovado, Buah Alpukat Jadi-jadian yang lebih Ramah Lingkungan

Ilustrasi oleh Disrupto

Sejak revolusi industri pada abad ke-18, manusia telah mengeksploitasi alam secara berlebihan dan tidak memikirkan dampaknya terhadap lingkungan. Perpindahan cara produksi dari menggunakan tangan menjadi menggunakan mesin membuat skala produksi naik berkali lipat. Hal tersebut juga merubah cara manusia menghasilkan pangan. Saat ini, industri pangan menjadi salah satu kontributor penghasil gas rumah kaca terbesar. Tidak hanya itu, luasnya lahan yang dibutuhkan oleh industri ini juga menjadi salah satu penyebab deforestasi. Hal ini lah yang telah mendorong sebagian orang untuk mencari alternatif pangan yang lebih ramah lingkungan. Salah satu orang tersebut adalah Arina Shokouhi, seorang peneliti dan desainer yang asal London. Ia menciptakan “Ecovado”, makanan yang bentuk dan rasanya menyerupai alpukat namun lebih ramah lingkungan untuk diproduksi.

“Green Gold”

Setidaknya lima juta ton alpukat dikonsumsi setiap tahun di seluruh dunia menurut Forum Ekonomi Dunia. Buah yang sering dijuluki “Green Gold” ini kerap digemari banyak orang akhir-akhir ini. Namun, kecintaan kita pada alpukat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Sekitar 2.000 liter air digunakan hanya untuk menghasilkan satu kilogram alpukat, sementara banyak hutan yang harus ditebang untuk memberi lahan perkebunan alpukat. Alpukat juga menjadi salah satu buah yang paling sulit untuk diekspor karena sifatnya yang lembut dan mudah memar. 

Ecovado

Ecovado sengaja dibentuk sangat mirip dengan buah alpukat yang sebenarnya. Dibuat dengan lilin lebah dan pewarna makanan alami yang mengandung bayam dan bubuk arang, kulit Ecovado meniru tekstur kulit alpukat yang sebenarnya. Sedangkan dagingnya dibuat dengan empat bahan sederhana: kara oncet, apel, minyak lobak, dan taburan kemiri. Lalu kacang hazel digunakan untuk “memerankan” biji alpukat. Shokouhi bekerja sama dengan ilmuwan makanan Universitas Nottingham, Jack Wallman, dalam mengembangkan buah buatan ini. Dibutuhkan waktu sebanyak delapan bulan untuk Shokouhi menyempurnakan resepnya. Dengan menggunakan bahan dasar yang diproduksi secara lokal, Shokouhi berharap Ecovado dapat memberikan dampak baik terhadap manusia dan lingkungan.

Previous
Previous

Menikmati Musik dengan Piringan Hitam yang lebih "Hijau"

Next
Next

Into The Metaverse: Dampak Metaverse pada Lingkungan