Apakah Jakarta Butuh Pulau Reklamasi?
Banyak negara di dunia membuat pulau reklamasi dengan berbagai tujuan. Belanda, Singapura dan Dubai, adalah negara-negara yang 17% lahannya merupakan lahan reklamasi. Mereka telah melakukan reklamasi bahkan sejak dari abad ke-14.
Manfaat Pulau Reklamasi
Berbagai negara tersebut membutuhkan pulau reklamasi untuk bertahan. Contohnya Belanda yang lokasi negaranya berada di bawah laut. Mereka membutuhkan pulau reklamasi untuk menciptakan lahan pertanian. Sementara itu Singapura butuh lahan reklamasi karena terbatasnya sumber daya alam yang dimiliki. Begitu juga dengan dengan Dubai di mana sebagian besar lahannya merupakan gurun pasir. Walaupun sebenarnya pembangunan lahan reklamasi di Dubai juga ditujukan untuk komersil.
Oleh karena itu, pulau reklamasi sebenarnya dibuat bukanlah untuk ekspansi melainkan untuk menciptakan sebuah hunian yang lebih baik dari kota yang sudah ada. Jadi, pulau reklamasi berfungsi untuk memperbaiki sistem dan tatanan kota yang sudah ada sehingga masyarakat bisa hidup lebih sejahtera. Ini adalah langkah untuk menciptakan “dunia” baru dengan identitas baru.
Pulau Reklamasi di Jakarta
Menurut Daliana Suryawinata dan Florian Heinzelmann, para arsitek sekaligus Co-Founder SHAU, memaparkan bahwa jika Jakarta hendak membuat pulau reklamasi, baiknya tidak hanya berupa komersialisasi dan eksklusivitas seperti yang ada di Dubai. Pembuatan pulau reklamasi di Jakarta bisa jadi langkah untuk menciptakan hunian urban yang inklusif dan sustainable. Bahkan, sebenarnya pulau reklamasi seharusnya jadi solusi atas berbagai masalah yang terjadi di Jakarta seperti banjir.
Dikenal sebagai sebuah firma arsitektur, SHAU telah membuat rancangan proposal untuk menciptakan pulau reklamasi dengan tujuan perbaikan lingkungan dan budaya yang lebih inklusif. Disebut Jakarta Jaya: the Green Manhattan, rancangan projek ini hadir sekaligus sebagai solusi untuk mendukung proyek The Giant Sea Wall, yang dibuat untuk mencegah ibu kota tenggelam karena menurunnya permukaan tanah. Selain itu, Jakarta Jaya juga dipertimbangkan dapat menjadi langkah untuk mengatasi urbanisasi yang terus melonjak di ibu kota.
Hunian yang Lebih Biru dan Hijau
Dalam proposalnya, SHAU merencanakan untuk membangun lahan seluas 58 kilometer persegi menjadi sebuah kota baru yang lebih ramah lingkungan. Florian Heinzelmann mengatakan, “Jakarta Jaya akan lebih banyak menyediakan ruang terbuka ketimbang beton dan aspal. Untuk menyelamatkan bumi, kita butuh kota yang sehat dengan sistem yang sehat seperti pengelolaan air, orientasi bangunan, termasuk budaya yang sehat di mana terdapat keberagaman masyarakat. Di sana tidak hanya akan dihuni oleh masyarakat kelas atas atau orang-orang perkantoran saja. Para wirausaha dengan bisnis kecil dan menengah pun punya tempat.”
Fasilitas Lahan Reklamasi yang Inklusif dan Ramah Lingkungan
Selain berbagai fasilitas yang lebih ramah lingkungan, Jakarta Jaya juga merencanakan untuk menciptakan kompleks perumahan yang affordable dan lebih banyak ruang terbuka. Dua hal ini sudah menjadi masalah yang berlarut di Jakarta. Jadi, yang bisa tinggal di lahan reklamasi tidaklah hanya orang-orang kelas atas saja. “Kami ingin menerapkan aturan green building di mana lahan hijau yang terbuka bisa menyediakan berbagai ruang untuk berjalan kaki serta menghubungkan ke berbagai sky bridge serta bangunan secara horizontal dan vertikal. Kami ingin membangun lebih banyak taman bermain, perpustakaan, tempat tinggal nelayan serta hutan mangrove yang diperlukan untuk melestarikan lingkungan”, jelas Daliana.
Dalam rangkuman singkatnya, SHAU memperkirakan 50% dari keseluruhan lahan reklamasi adalah lahan hijau dan biru. Urban farming akan digerakkan agar para penghuni bisa menanam bahan makanannya sendiri demi keberlangsungan pangan. Kebutuhan akan air juga akan dikelola sendiri tanpa harus mengambil air tanah. Di sana juga akan dibentuk sistem pengelolaan sampah dengan tidak adanya tempat pembuangan akhir, aturan no plastic, energi ramah lingkungan, dan sistem transportasi yang layak agar masyarakat tidak lagi memerlukan kendaraan pribadi.
Terlebih lagi, Jakarta Jaya merupakan sebuah proyek yang ditujukan untuk menyelamatkan para nelayan agar dapat memiliki tempat tinggal kembali. Saat ini mereka yang tinggal di pesisir utara Jakarta kesulitan memiliki tempat tinggal karena masalah penurunan permukaan tanah yang berakibat banjir. Proposal Jakarta Jaya menyediakan tempat untuk mereka bisa tetap tinggal dan melakukan profesinya sehingga keberadaan mereka sebagai warisan budaya Jakarta juga tetap terjaga.