Jihadysah Faa’iz: Kaki Keenam Tingkatkan Ekonomi Pedagang Asongan
Seperti yang kita tahu, layanan pengantaran makanan secara daring kini semakin marak. Kehadiran pandemi meningkatkan kebutuhan pelayanan ini karena masyarakat harus tetap menjaga jarak dan dianjurkan untuk tetap berada di rumah. Faktanya, teknologi memang memudahkan pemenuhan kebutuhan ini. Para penjual makanan baik skala restoran atau warung sederhana bisa menjajakan produknya jika mereka punya gawai dan mengerti cara pakai aplikasi layanan antar daring tersebut. Tapi bagaimana dengan para pedagang asongan yang mungkin belum memiliki smartphone atau tidak memahami cara akses aplikasi online?
Berangkat dari pertanyaan tersebut, lulusan lain dari program Bangkit, kolaborasi Kampus Merdeka dan Google, menggodok produk teknologi yang dapat menjadi solusinya. Tim yang melibatkan M. Dio Damiyati dan Vahiya Prananta dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Jihadysah Faa’iz dan Kafin Mufid dari Institut Teknologi Bandung, serta Riski Rismawan dan Budi Setiawan dari Universitas Mataram, akhirnya sepakat untuk membuat sebuah aplikasi yang dinamakan Kaki Keenam.
Gagasan Awal Aplikasi Kaki Keenam
Selama berada dalam program, mereka diajarkan machine learning, cloud computing, dan Android. Ketiga pelajaran tersebut digabungkan untuk membuat satu proyek final yang berpotensi untuk dapat menjadi sebuah startup di masa depan. “Kaki Keenam merupakan sepasang aplikasi yang bertujuan untuk mempertemukan pembeli dengan pedagang pinggir jalan. Kami melihat sebelum adanya aplikasi layanan pesan antar online, kita hanya punya dua pilihan jika tiba-tiba lapar tengah malam: masak sendiri atau memberhentikan pedagang yang lewat di depan rumah. Tapi ketika layanan pesan online sudah marak, kami mempertanyakan apakah satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan makan hanya dengan aplikasi tersebut?”, terang Jihadysah Faa’iz salah satu Co-founder Kaki Keenam.
Gagasan tersebut mendorong tim Faa’iz untuk merancang aplikasi di mana pengguna yang berlokasi di mana saja bisa melihat lokasi pedagang asongan di sekitarnya. Mereka juga bisa “memanggil” pedagang pinggir jalan tersebut untuk datang ke lokasi mereka. Jadi, tidak ada perantara di antara mereka yang menambah ongkos kirim. Faa’iz meneruskan, “Kami menargetkan aplikasi ini untuk para pembeli yang sudah akrab dan nyaman dengan aplikasi pesan antar. Bedanya, dengan aplikasi ini mereka bisa menemukan pedagang pinggir jalan yang mungkin jarang ditemukan di aplikasi layanan pesan antar online. Jadi tujuan Kaki Keenam adalah untuk membawa pedagang kaki lima ke para pembeli.”
Cara Mempertemukan Pedagang Dan Pembeli
Lalu, bagaimana mempertemukan keduanya jika para pedagang kaki lima tidak punya gawai untuk akses aplikasi? Seperti yang dikatakan di awal, tidak semua pedagang keliling punya smartphone dan internet. Jika punya, belum tentu mereka memahami cara pakainya. Untuk melancarkan interaksi penjual dan pembeli, Faa’iz dan kawan-kawan mengembangkan perangkat pengganti yang akan dibagikan pada para pedagang yang sudah jadi partner resmi. Maka, mereka bisa akses aplikasi Kaki Keenam tanpa perlu punya smartphone, internet. Mereka hanya perlu menekan beberapa tombol untuk muncul dalam aplikasi Kaki Keenam sebagai penanda lokasi keberadaan mereka sehingga mudah ditemukan pembeli.
Tujuan Besar Kaki Keenam
Pada dasarnya, Kaki Keenam diciptakan untuk tujuan sosial. Bukan komersial. Tim Faa’iz berharap kehadiran Kaki Keenam dapat turut memajukan UMKM yang ada di Indonesia. Terutama UMKM di bidang kuliner yang pelakunya sangat membutuhkan bantuan karena tidak memiliki perangkat teknologi atau tidak memahami penggunaan aplikasi online. Singkatnya, para pedagang yang belum bisa melakukan digitalisasi usahanya. Tidak terbatas pada pedagang kaki lima saja, ini juga berlaku untuk semua pedagang yang tidak punya alamat tetap yang biasanya jadi persyaratan aplikasi layanan pesan antar online.
“Proyek Kaki Keenam adalah proyek nirlaba. Semua bantuan yang diberikan oleh teman-teman pengguna akan disalurkan ke lebih banyak pedagang. Saat ini kami juga sudah mulai berdiskusi dengan berbagai komunitas dan masyarakat di daerah tertentu. Rencananya, kami akan mengumpulkan para pedagang kaki lima dan melakukan penyuluhan penggunaan aplikasi dan perangkat IoT pada mereka. Kegiatan ini juga dilakukan untuk mengetahui respon mereka terhadap aplikasi Kaki Keenam,” lanjut Faa’iz.
Tujuan Personal Di Dunia Teknologi
Faa’iz sendiri sebenarnya sudah tertarik pada dunia teknologi sedari kecil karena telah diajarkan melihat teknologi sebagai sebuah medium untuk membayangkan dunia yang lebih
luas daripada dunia di sekitarnya. Faa’iz yang tinggal di Medan dengan kehidupan masyarakat yang masih cukup tradisional, meyakini bahwa teknologi dapat mengubah kehidupan dapat lebih sejahtera dan nyaman.
Faa’iz menyatakan tentang misinya di dunia teknologi, “Saat ini, saya bermimpi dalam 5 tahun ke depan dapat berkontribusi dalam memperluas pengetahuan orang orang terhadap teknologi. Saya ingin lebih banyak orang mengenal teknologi. Tidak hanya orang-orang yang privilese saja. Kebetulan saya cukup beruntung berada di keluarga yang dapat akses terhadap teknologi serta pemahaman penggunaan produk-produk teknologi. Mungkin orang-orang tidak perlu sampai bisa membeli gawai-gawai tersebut. Tapi paling tidak mereka mendapatkan dampak positif dari teknologi itu sendiri.”